Hati
manusia itu beda. Pernyataan yang udah diketahui oleh banyak orang. Sama kayak
watak, ada yang wataknya keras, lembut, cengeng dan lain-lainnya. Tentunya yang
khalayak suka tuh yang pasti yang wataknya kuat, lembut, tegas, dan sefamili- nyalah.
Nggak kayak gue, jauh dari kata-kata yang gue anggap waw banget. Gue bisa dibilang
cengeng, mau dibilang friendly tapi kayak khalayak gak nganggep gue itu
friendly. Mau dibilang tegas, pas dibentak atau dikatain aja gue langsung mau
nangis. Apa coba, adakah yang mau menjadi temen gue? Mungkin ada tapi cuma segelintir. Secara, siapa juga yang mau menjadi temen
seorang Ariesta Shafira, orang yang cengeng, sifat buruk, dan yang jelek-jelek
pasti ada di gue. Di zaman ini, hanya segelintir orang yang mau berteman dengan
orang kayak gitu. Jujur saja, gue kadang iri sama kalian-kalian yang hidupnya
nyantai terus, jauh dari kata masalah, dipenuhi dengan orang-orang yang memandang
kalian karena kalian itu ada, mau menemani kalian kalau lagi susah-susahnya,
setia ngedengerin curhatan-curhatan kalian, nggak pernah nyesek, selalu
tertawa, dan masih banyak lagi yang nggak sanggup gue sebutin satu-satu. Nggak
kayak gue, ya kalau gue ngomong terus pasti ujung-ujungnya Nggak kayak gue
nggak kayak gue nggak kayak gue dan Nggak kayak gue. Terkadang gue mikir kenapa
ujian ini berat banget ya, kayak nggak adil. Astagfirullah ampuni saya ya
Allah. Dunia memang kejam, pernyataan yang sejak SD gue dengerin dan gak gue
percaya barulah kali ini gue membenarkan arti dan makna dari pepatah itu.
Ariesta
Syafira, anak dari pengusaha tekstil ternama dengan materi terpenuhi. Secara pintas,
orang menyebutkan bahwa gue pasti seneng, maaf kalau menyombongkan diri, hidup
serba ada dan materi terpenuhi. Haha, salah besar kalian. Mama sudah tenang di
alam sana, Papa? Kalau dibilang gue kayak gak punya papa deh. Pulang pagi pergi
pagi juga. Hihi, lucu sangat lucu. Disaat gue menginginkan teman curhat, papa
gak ada. Disaat gue punya sesuatu yang khusus dipersembahkan kepada papa, papa
pasti gak ada kalaupun ada paling dijawab dengan “Maaf ta, papa sibuk lain kali
yah”. Yah, jawabannya cuma satu lain kali dan hanya lain kali. Kalau dibandingkan
dengan kadar hidup sekarang, kasih sayang, perhatian yang cukuplah yang menjadi
kebutuhan rohaniah kedua saat ini setelah beribadah, namun sayang hidup gue gak
mendapatkan kebutuhan kedua itu. Manusia
butuh sandaran, butuh dorongan, dan butuh perhatian, entah kenapa pernyataan
itu kayaknya menyindir gue.
Live
must go on, stay away from Galau, nggak ada kata nyesek. Prinsip-prinsip itu
udah gue terapin dalam diri gue tetapi nyatanya gak jauh-jauh tuh dari kata
nyesek, galau, dan lain-lainnya. Gak sama kayak di novel-novel fiction itu,
seorang princess dikelilingi oleh sahabat-sahabat yang baik dan hidup bahagia
bersama pangeran selamanya. Di coretan hidup gue gak pernah gue ngalamin yang
kayak gitu. Sahabat boro-boro, teman aja kayaknya gak punya. Di lingkungan sekitar, sekolah spesifiknya gue
kayak angin, tak nampak , tak dianggap, selau salah, dan bahan bully-an
orang-orang. Terkadang gue mikir, sebenarnya apasih tujuan gue hidup? Anak kecil
pasti menjawabnya untuk meraih cita-cita. Kalau gue? Gue nggak tahu tujuan gue
kemana, bahkan posisi gue saat ini gue nggak tahu dimana. Salah nggak sih kalau
gue bilang iri sama kalian? Gue juga mau, Seorang Ariesta Syafira juga pengen
hidup bahagia. Kayak di cerita Cinderella, walaupun hidupnya sengsara pada
ujungnya dia berakhir bahagia bersama pangeran.
Gue mau
seperti Andra yang punya orang tua yang selalu sayang sama dia, gue mau kayak
Lista yang punya banyak sahabat, gue mau kayak Denok yang tiap kali cerita atau
curhat pasti banyak orang yang dengerin. Gue mau kayak temen-temen gue yang
lain. Setiap kali mau curhat pasti cuma tulisan yang mau dengerin curhatan gue,
Setiap kali gue punya sahabat pasti itu hanya dalam imaginasi, setiap kali gue
mau dipeluk sama mama, pasti cuma guling yang gue anggep sebagai mama.
Kalau
dari coretan hidup, jarang gue ngerasa seneng , kalaupun ada pasti hanya dalam
hitungan detik. Sama kayak waktu itu papa ngajakin makan diluar, rasanya seneng
pastinya jarang papa mengajak gue untuk habisin waktu sama keluarga. Dengan
senyum mengembang gue mngehampiri papa.
“Udah siap ta?”, Tanya papa sama gue. Tentu dengan
semangatnya gue langsung mengangguk.
“Yaudah, ayo berangkat keburu telat. Gak enak sama yang lain”,
kata papa sambil masuk ke mobil.
Tanpa
babibu gue masuk ke mobil bareng papa. Tapi ada yang janggal dari kata papa
tadi, “..Gak enak sama yang lain”,
berarti bukan hanya kami berdua. Sedih sih, tapi gue berusaha untuk positif
thinking. Terbesit rasa gak enak di benak gue, tapi gue coba ngehapusnya dengan
rentetan cerita-cerita yang gue harap nantinya bakal bikin gue seneng. Setelah
masuk ke restaurant, yang awalnya seneng langsung tergantikan dengan perasaan
kecewa. Ternyata tujuan papa ngajakin kesini cuma mau ngenalin gue ke calon
istri dan anak barunya yang berarti calon mama dan saudara gue. Bukan itu yang
bikin gue pengen mati saat itu juga, tapi perkataan papa yang bilang “kamu harus terima keputusan papa ta, kamu
harus ngerti papa selama ini gak ada temen, papa selama ini selalu ngerasa
sendiri, ada kamu tapi papa kayak ngerasa kamu ngejauhin papa dan papa gak bias
tahan sama kondisi kayak gitu. Papa harap kamu mau terima keputusan papa”. Cukup
sudah, berarti papa mikirnya selama ini gue ngejauhin dia? Atau hanya sebagai
perumpamaan aja kalau sebenarnya papa itu nganggep gue gak ada. Gak ada.
Gue gak
tahu lagi harus buat apa sekarang, kalaupun nolak gak ada pengaruhnya juga buat
papa batalin niatnya itu, toh selama ini papa selalu nganggep gue gak ada. Ralat
bukan hanya papa, tapi semua orang yang nganggep gue gak ada, kecuali Sang
Pencipta. Mau nangis, air mata sudah habis. 15 tahun gue hidup di dunia ini dan
tiga perempat bagiannya gue habisin buat nangis. Capek? Pastinya. Papa butuh
sandaran, papa butuh temen, tapi apa papa gak pernah ingat kalau gue juga
membutuhkan semua itu. Di sekolah, di rumah semua sama saja. Gak ada yang
peduli. Mata gue lelah ngeluarin cairan sacral terus, hati gue capek teriris-
iris terus, perasaan gue udah gak kuat buat nanggung rasa sesak ini terlalu
lama, fisik gue udah gak sanggup ngehadepin bully-an bullyan temen-temen di
sekolah. Semua yang diciptakan oleh Sang Pencipta itu mempunyai fungsi yang
harus diperjuangkan dan dipertanggungjawabkan, namun gue udah gak sanggup
memperjuangkan karunia yang diberikan oleh-Nya. Gue capek, gue gak sanggup, gue
lelah, gue pengen pergi dari dunia ini.
Dan
saat virus ini menyerang gue, gue gak menyalahkan dia karena udah memilih gue
sebagai tempat untuk dia berdomisili. Gue malah mempersilahkannya dan akhirnya
membawa gue pergi dari kehidupan yang sangat pahit ini. Dan disinilah gue
sekarang, di tempat yang tak mengenal kata nyesek, sahabat, dan bully-an. Disini
hanya mengenal amal, dan gue rasa gue senang berada disini. Bersama makhluk
yang lain untuk menunggu alur kehidupan abadi yang selanjutnya. Gue menutup
kisah gue di dunia dengan memberikan senyum, senyum untuk mengakhiri kisah
pahit yang mudah-mudahan hanya dialami oleh gue sendiri. Gue berharap dengan
gak adanya gue maka gak ada lagi Ariesta Ariesta yang lain yang nasibnya serupa
dengan gue. Dunia memang kejam, namun itulah tujuan diciptakannya dunia.
0 komentar:
Posting Komentar